Kecerdasan intelektual (IQ) adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Sedangkan Kecerdasan emosi (EQ) merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdo’a. Adapun Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah- langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas hanif dan ikhlas. (http://alim-online.blogspot.com/2010/05/meta-kecerdasan-integrasi-kecerdasan.html diunduh pada 10 November 2013)
Dalam dunia pendidikan, IQ, EQ, dan SQ menjalankan peranan yang saling bersinergi dalam membentuk pribadi seorang pembelajar (character building) dan membangun potensi dirinya secara optimal. Pada dasarnya setiap manusia memiliki meta kecerdasan. Apakah ketiganya bekerja secara selaras tergantung dari “si pemilik kecerdasan” dalam memunculkannya dalam keseharian. Kecerdasan Intektual (IQ) akan mendorong pembelajar mempertimbangkan setiap ilmu yang dipelajari dalam konteks penalaran yang logis dan rasional . Dengan EQ, akan mendorong pembelajar untuk terus belajar karena kecerdasan emosional akan mengajarinya untuk tidak mengenal kata putus asa dalam belajar. EQ akan mengarahkannya pada jalan kerja keras dan pantang menyerah dalam menghadapi kegagalan demi kegagalan untuk meraih kesuksesan. Dan SQ akan mengarahkan pembelajar pada rasa syukur atas setiap proses pembelajaran yang telah dijalani. Setiap proses dijalani dengan penuh kenikmatan dan keindahan karena kesadaran bahwa semua itu adalah rahmat dari Tuhan.
Contoh penerapan IQ, EQ dan SQ tampak pada sistem pendidikan saat ini. Selama ini sistem pendidikan yang ada terlalu menekankan pentingnya nilai akademik, kecerdasan otak (IQ) saja. Indikatornya adalah dalam mekanisme pelaksanaan ujian, baik nasional maupun institusional, tolok ukurnya adalah penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang bersifat remembering dan recalling. Jelas ini sangat ironis karena pada dasarnya salah satu kelemahan pendidikan terletak pada aspek afektif. Banyaknya kasus negatif dalam bidang afektif yang mewarnai dunia pendidikan seperti pelecehan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap murid, murid laki- laki terhadap murid perempuan, tawuran pelajar, penyontekan, menurunnya rasa hormat murid terhadap guru, narkoba, dan lain sebagainya merupakan deretan panjang pelanggaran dalam bidang afekif. Oleh karena itu perlu ada upaya praktis dari seluruh stakeholders dengan merubah paradigma pendidikan yang intelektual sentris (kognitif) menuju paradigma pendidikan yang mampu menyeimbangkan dan menyelaraskan dimensi intelektual (kognitif), dimensi emosional (afektif) dan juga dimensi spiritual. Keseimbangan ketiga dimensi tersebut diperlukan mengingat dalam mengarungi kehidupan, seseorang tidak hanya cukup dengan bekal cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas dalam pengendalian emosi serta cerdas dalam urusan spiritual.